Senin, 21 April 2008

MENJADI PEREMPUAN YANG SEBENARNYA

“Aku ingin perempuan mendapat pendidikan setara dengan laki-laki. Tujuannya bukan untuk menyaingi laki-laki, tapi membantu kewajiban perempuan sebagai tempat pendidikan pertama.” Begitulah kira-kira keinginan Kartini.

Aku masih ingat ketika temanku yang cukup berprestasi di bangku kuliah, memutuskan untuk menikah setelah lulus. Berbeda denganku yang mencoba bekerja dan memanfaatkan gelar sarjana untuk melamar pekerjaan. Aku berpikir, mubazir aja udah kuliah tapi gak dipake buat kerja. Waktu itu aku menyayangkan sikap temanku yang langsung memutuskan menikah. Buat apa ya dia kuliah, kalau langsung menikah? Aku tidak alergi dengan pernikahan, tapi memang tidak pernah berpikir untuk menikah secepat temanku itu. Kemudian, ada seseorang yang membuka pikiranku, bahwa perempuan berpendidikan tinggi yang memutuskan untuk berumah tangga ‘saja’, bukan berarti pengetahuannya mubazir. Perempuan adalah tempat pertama bagi anak untuk memperoleh pendidikan yang baik. Walaupun, tidak berarti jika ibunya berpendidikan rendah, anaknya juga berpendidikan rendah. Tapi paling tidak, ibu yang berpendidikan akan lebih mampu membentuk anak yang berkualitas.

Ada beberapa teman di kantorku yang sudah menyandang status sebagai ibu. Mereka mengeluh karena tidak bisa meluangkan waktu banyak dengan anaknya. Jika dihitung mungkin setiap hari kerja waktu bertemu dengan anak maksimal hanya empat jam. Akhirnya, anak harus ditinggal di rumah bersama pembantu atau sang nenek. Ada yang pernah bercerita, ketika dia berangkat kantor, waktu bermain dengan anaknya hanya satu jam, dan ketika pulang kantor si anak sudah tidur. Hampir seperti itu setiap hari. Bahkan ada anak yang tidak mau ikut ibunya sendiri, karena sudah terlalu dekat dengan pembantu atau neneknya. Aku tidak bisa membayangkan menghadapi kondisi seperti itu. Bagaimana ya…perkembangan anaknya nanti. Bagaimana kalau dia sekolah, trus ada PR dan tidak ada yang bisa ditanya karena orangtuanya sibuk semua. Bertanya sama pembantu, iya kalau dia ngerti. Atau tanya sama kakek dan nenek? Kurikulum sekolah sekarang sudah jauh beda dengan masa lalu. Kasian sekali si anak…

Apa ya kira-kira yang dicari oleh para perempuan itu? Emansipasi? Ingin seperti pria bahkan melebihi…Kok gak sama dengan cita-cita Kartini ya…

Baru saja, aku melihat Metro 10 yang mengulas polling 10 pekerjaan idaman perempuan. Peringkat pertama adalah wiraswasta. Pekerjaan ini memungkinkan waktu yang lebih fleksibel dan ibu masih bisa dekat dengan keluarga.

So, di hari Kartini ini, renungkan lagi yuk…apa sih cita-cita Kartini yang menginginkan pendidikan setara bagi perempuan…

Saatnya untuk lebih mengerti...