PENDAHULUAN Saat tsunami melanda Indonesia tahun 2004 lalu, beberapa warga Aceh merekam peristiwa tsunami melalui video kamera amatir dan dijual ke media elektronik atau ada juga yang disebar melalui situs youtube.com. Pada saat jurnalis professional kesulitan menuju Aceh, warga bertindak sebagai jurnalis yang melaporkan kondisi Aceh.
Kehadiran jurnalisme yang melibatkan warga ini menandakan bahwa aktivitas jurnalistik--mulai dari merencanakan liputan, mengolah, mengedit, memuat hingga menyebarkannya. tidak hanya menjadi milik mereka yang berkecimpung di dunia media, tapi orang biasa pun bisa melakukannya. Fenomena jurnalisme yang dilakukan sendiri oleh warga ini disebut
Citizen Journalism atau Jurnalisme Warga.
Citizen journalism bisa diterapkan dalam media radio, televisi, cetak maupun internet. Di media radio, salah satu stasiun radio yang sudah menerapkan citizen journalism adalah Elshinta. Elshinta sudah mulai menerapkan bentuk baru jurnalisme ini sejak tahun 2000. Hingga kini sudah lebih dari 100.000 jurnalis warga memberikan kontribusi pada stasiun radio Elshinta (http://ayojakarta.com).
Diantara semua media tersebut, perkembangan
citizen journalism terlihat paling pesat melalui internet. Internet yang merupakan pintu globalisasi menjadi media dianggap paling mampu mengoptimalkan peran citizen journalism sebagai ajang memberi dan mendapatkan informasi, sekaligus berinteraksi. Contoh peran citizen journalism dalam menyalurkan informasi terlihat saat protes warga Myanmar terhadap junta militer beberapa bulan lalu. Ketika media massa dilarang oleh pemerintah Junta Myanmar, warga berusaha menyalurkan informasi melalui internet, mulai dari tulisan, foto, video dll.
Makalah ini memfokuskan pada pembahasan mengenai
citizen journalism melalui media internet, yang sudah merebak dan melahirkan beberapa situs.
LAHIRNYA CITIZEN JOURNALISM Kenapa
citizen journalism bisa muncul? Alasan yang sering diungkapkan dalam weblog adalah
mainstream media seperti media cetak dan elektronik yang ada sekarang kurang bisa menyuarakan kepentingan publik. Alasannya bisa karena keterbatasan ruang, kepentingan industri, bisnis dan lain-lain. Adanya agenda setting media mengakibatkan minimnya ruang yang tersedia bagi kepentingan khalayak dalam suatu media.
Citizen journalism berkembang sejak dua dekade belakangan di Amerika Serikat, tepatnya saat pemilu tahun 1988.
Citizen journalism hadir ketika publik mengalami erosi kepercayaan terhadap
mainstream media (media konvensional) seputar pemilihan presiden AS. Namun,
citizen journalism yang paling fenomenal adalah situs Oh My News, yang berpusat di Seoul, Korea Selatan. Situs yang terbit pada 22 Februari 2000 ini mempunyai motto “Setiap Warga adalah Seorang Reporter”. Warga yang memberi kontribusi tulisan akan dibayar layaknya jurnalis professional. Munculnya Oh My News juga dilatarbelakangi pemilihan presiden Korea Selatan. Kini Oh My News telah memiliki 60.000 reporter di seluruh dunia, yang mayoritas (sekitar 80%) berasal dari warga biasa dan hanya puluhan orang yang berprofesi sebagai wartawan.
Di Indonesia,
citizen journalism berkembang tahun 2005 diantaranya dengan munculnya situs halamansatu.net, wikimu.com dan panyingkul.com yang hadir dengan motto jurnalisme orang biasa.
Weblog yang menerapkan
citizen journalism di Indonesia lebih banyak memuat opini dan beragam informasi yang tidak terakomodasi di media massa konvesional karena alasan-alasan diatas. Seperti misalnya Wikimu.com yang memperkenalkan dirinya sebagai portal informasi komunitas independen dengan konsep partisipatif. Walaupun berisi beragam informasi dengan rubrik kriminal, peristiwa, kesehatan, gaya hidup, wisata, suara publik, opini, iptek, sastra, dan sekolahku, Wikimu.com tidak menyebut situsnya sebagai situs berita. Kelebihan dari weblog semacam ini siapapun bisa mendapatkan dan mengirim informasi, hingga mengomentari informasi yang ada di situs tersebut. Sehingga, tingkat interaksi yang terjadi lebih cepat dan lebih banyak, karena internet memfasilitasi kecepatan untuk menyiarkan pesan.
ONLINE CITIZEN JOURNALISM Komunikasi massa adalah suatu proses dimana komunikator menggunakan media untuk menyebarluaskan pesan-pesan secara luas dan terus menerus, dalam rangka menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam melalui berbagai cara (DeFleur & McQuail, 1985, McQuail, 2000). Media massa merupakan saluran komunikasi massa, yaitu alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa.
Dalam konsepsi komunikasi massa klasik, ada 5 jenis media massa : suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film. Namun sejalan dengan kemajuan teknologi komputer, berkembanglah teknologi internet. Penggabungan antara teknologi komunikasi baru dan tradisional memunculkan fenomena konvergensi media. Dalam media konvergen, pengakses bisa mengklik informasi apapun yang diinginkan, dan internet dengan cepat menyediakannya di jendela komputer. Perkawinan antara internet dan jurnalisme ini dinamakan jurnalisme online yaitu penyiaran produk jurnalistik di media cyber oleh perusahaan atau lembaga tertentu (Septiawan Santana, 2000,hal.134). Karakteristik yang paling menonjol dari media baru ini dibandingkan media massa konvensional adalah kecepatannya secara keseluruhan (Weir, 2000).
Perkembangan jurnalisme di dunia maya tidak hanya berhenti disitu. Dalam jurnalisme online, pengakses atau ‘pembaca’ menjadi subyek berita seperti pada media massa konvensional sebelumnya. Beberapa tahun belakangan ini sudah mulai era baru dunia jurnalisme dengan konsep partisipatif, dimana siapa pun bisa melaporkan apa saja ke publik. Berita, opini, reportase, sampai curhat yang sangat pribadi, semua bisa dipublikasikan kepada orang lain dan dinikmati secara luas (Santi Indra Astuti, 2007).
Perkembangan jurnalisme yang melibatkan siapapun tanpa mempertimbangkan profesinya ini biasa disebut citizen journalism. Menurut Lily Yulianti Farid (), pengertian citizen journalism adalah setiap individu bebas melakukan kegiatan jurnalistik. Seseorang tanpa memandang latar belakang pendidikan dan keahlian dapat merencanakan, menggali, mengolah, dan mempresentasikan informasi.
Menurut Steve Outing (www.pointer.org),
citizen journalism terbagi dalam 11 level:
1.Membuka ruang untuk komentar publik. Pembaca dapat menyampaikan reaksinya, pujian, kritikan dalam artikel penulis. Biasanya blog mecantumkan kotak bagi para pembaca untuk memberi komentar di dalamnya. Pada media cetak konvensional, jenis ini biasa disebut ruang surat pembaca
2.Menambah pendapat masyarakat dalam cerita yang ditulis jurnalis profesional. Warga diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya pada sebuah topik utama liputan yang dilaporkan jurnalis.
3.Open source atau pacipatory journalism. Kolaborasi antara jurnalis profesional dengan masyarakat non-jurnalis yang memiliki kemampuan dalam bidang yang dibahas dalam artikel, sebagai bantuan keakuratan artikel. Terkadang masyarakat non jurnalis ini juga menjadi kontributor tunggal yang menghasilkan artikel. Contoh : The Spokesman-Review/APME reader panel.
4.Citizen bloghouse. Website yang bisa dibuat sendiri oleh warga, berisi cerita maupun pemikiran pemilik blog. Contoh: blogspot.com
5.Newsroom citizen ‘transparency’ blogs, merupakan blog yang disediakan untuk upaya transparansi organisasi sebuah media, dimana pembaca bisa memasukkan keluhan, kritikan, atau pujian atas pekerjaan media tersebut.
6.Stand-alone citizen journalism site yang melalui proses editing. Website berita yang hampir seluruhnya dikontribusi oleh warga. Di dalamnya ada editor situs yang menjaga kualitas laporan, dan mendidik warga tentang topik-topik yang menarik dan layak untuk dilaporkan.
7.Stand-alone citizen journalism site : tanpa melalui proses editing. Hampir serupa dengan nomor 6, hanya saja informasi yang muncul tidak melewati proses editing dari editor situs. Namun, sebaiknya situs mempunyai sarana keamanan, sehingga tulisan-tulisan yang tidak tepat bisa segera dibuang.
8.Stand-alone citizen journalism website dengan tambahan edisi cetak. Konsepnya bisa diambil dari tipe nomor 6 atau 7, dengan dibuat edisi cetaknya. Biasanya edisi cetak seperti ini adalah insert dari edisi harian atau mingguan.
9.Hybrid: Pro+citizen journalism. Suatu kerja organisasi media yang menggabungkan pekerjaan jurnalis professional dengan jurnalis warga. Seperti pada Oh My News, yang mayoritas content-nya (80%) diisi oleh warga, dan sisanya diisi oleh jurnalis profesional. Namun semua tulisan akan disortir oleh staf editor. Editor berperan dalam menilai dan memilih berita yang akan diangkat ke halaman utama.
10.Penggabungan antara jurnalis profesional dan jurnalis warga dalam satu atap. Bedanya dengan nomor 9 adalah dalam satu halaman, bisa saja terdapat tulisan dari jurnalisme professional yang dibayar dan kontribusi warga (gratis) tanpa dinding pembatas.
11.Model Wiki, dimana pembaca sekaligus bertindak sebagai editor. Setiap orang bisa menulis artikel, dan setiap orang bisa memberi tambahan atau komentar pada artikel yang muncul. Contoh: Wikimu.com.
Jenis
citizen journalism diatas mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam sebuah weblog yang bermodel wiki, kelebihannya adalah informasi tersalurkan dengan cepat, pembaca pun bisa mengirimkan reaksinya secara langsung. Sehingga materi yang ada diperbincangkan dalam situs tersebut bisa saja lebih hangat dibandingkan situs yang memiliki editor. Namun, kelemahannya, situs model wiki bisa dipakai oleh orang-orang tidak bertanggungjawab yang mengirimkan tulisan yang tidak baik. Artikel atau segala informasi yang dikirimkan pun bisa jadi masih dangkal dan tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Tulisan yang ada dalam situs yang mengusung
citizen journalism, tidak hanya berisikan tulisan warga non-jurnalis. Tidak sedikit pula jurnalis professional ikut menjadi anggota situs. Keadaan ini disebabkan idealisme dalam citizen journalism masih dijunjung tinggi tanpa terusik kepentingan apapun. Mereka ingin berbagi pengalaman dengan lebih leluasa, mengungkapkan sesuatu yang tidak bisa dilakukan dalam pekerjaan mereka. Inilah yang menjadi perbedaan nyata antara jurnalis warga dan jurnalis professional. Dalam Bentley (2005) dijelaskan: “Seorang wartawan yang bekerja di media massa, melakukan liputan karena penugasan, sementara seorang jurnalis warga menuliskan pandangannya atas suatu peristiwa karena didorong oleh keinginan untuk membagi apa yang dilihat dan diketahuinya.” Tugas jurnalis professional adalah to cover atau memberitakan, sedangkan yang dilakukan jurnalis warga adalah
to share atau berbagi.
CITIZEN JOURNALISM DAN MAINSTREAM MEDIA Tugas jurnalisme adalah
to voice the voiceless (menyuarakan mereka yang tidak bisa bersuara). (Pusat Data Redaksi Pikiran Rakyat, 2006). Weblog yang hadir sebagai bagian dari metamorfosis media, menjadi tempat yang tepat untuk menyuarakan kepentingan publik tanpa terbentur kepentingan yang menghalangi idealisme media-media mainstream. Kekecewaan warga timbul karena tidak adanya ruang yang bisa menyuarakan suara mereka, akhirnya memilih weblog sebagai tempat pelarian. Disini mereka bebas menyuarakan opini, memberi dan menyerap informasi apapun itu, karena internet memberi ruang tanpa batas.
Fenomena
citizen journalism menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Ada yang menganggap aktivitas semacam ini bukanlah bentuk jurnalisme, karena tingkat kredibilitas informasi yang masih dipertanyakan. Namun, ada pula yang menganggap citizen journalism sebagai media alternatif untuk pembebasan dan kejujuran.
Kemunculan c
itizen journalism tidak harus menjadi ancaman bagi mainstream media. Walaupun kehadiran situs yang mengusung citizen journalism sempat menurunkan oplah penjualan surat kabar, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, bukan berarti jurnalisme baru ini mematikan media konvensional sebelumnya. Seperti halnya media elektronik yang hadir tidak mematikan media cetak.
Setiap media mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Internet yang mempunyai kelebihan bisa diakses siapapun, kapanpun, dimanapun, serta mempunyai kecepatan dalam menyebarkan dapat diposisikan sebagai partner media konvensional yang dianggap lebih kredibel. Citizen journalism hadir bukan menjadi pesaing media konvensional, tapi sebagai alternatif yang memperkaya informasi. Dalam citizen journalism, seorang jurnalis professional dan jurnalis warga bisa saling berbagi dalam membuat produk jurnalistik yang kredibel sekaligus benar-benar beresensikan kemanusiaan, tanpa diusik kepentingan apapun yang menghambat idealisme.
Perkembangan
online citizen journalism bergantung pada banyaknya warga yang bisa mengakses internet. Di Indonesia, menurut APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menunjukkan jumlah pengguna internet hingga tahun 2006 berjumlah 20 juta orang, sementara jumlah pelanggan internet adalah enam juta orang. Peningkatan jumlah pengguna blog pun semakin bertambah, diperkirakan jumlah blog Indonesia yang aktif hingga Mei 2007 sudah mencapai 30.000 (Priyadi’s Place, 13 Oktober 2005). Tidak semua blogger mengusung citizen journalism, namun kondisi ini menunjukkan tingkat melek teknologi dan budaya menulis warga Indonesia yang semakin besar. Selagi masyarakat Indonesia masih mau berbagi (to share) dengan menuliskan informasi atau opininya, citizen journalism akan terus berkembang dan diharapkan menjadi media alternatif yang bisa melahirkan demokrasi dan mencerdaskan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKABukuDjuarsa, Sasa. Handout Komunikasi Massa
Observasi, 2007. Mengamati Fenomena Citizen Journalism, Bandung: BP2I Bandung dan Simbiosa Rekatama Media
Santana, Septiawan, 2005. Jurnalisme Kontemporer, Jakarta: Yayasan Obor.
Websitehttp://www.ohmynews.com
http://www.wikimu.com
http://www.panyingkul.com
http://www.halamansatu.net
Kurniawan, Nanang. My Thesis on Citizen Journalis. http://ayojakarta.com
Steve Outing, The 11 Layers of Citizen Journalism. Poynteronline.
Wahyuni, Rizky. Sekilas tentang citizen journalism. Lapmi.wordpress.com.